Obat & Kesehatan di Tengah Alam: Menyentuh Masyarakat Kulonprogo
Pagi itu, ketika kabut masih menyelimuti lereng Menoreh, Mbak Tuminah—seorang petani tembakau di Dusun Kedungpoh—datang ke pos kesehatan desa dengan wajah cemas. Di tangannya tergenggam dua bungkus: satu berisi kapsul antibiotik dari puskesmas, satu lagi berisi racikan jamu kunir asam dari tetangganya.
"Pak, anak saya demam tiga hari. Kata dokter minum antibiotik ini, tapi tetangga bilang lebih baik dicampur sama jamu biar cepet sembuh. Gimana ya?"
— Mbak Tuminah, Petani Dusun Kedungpoh
Pertanyaan sederhana ini menjadi cermin dari tantangan besar yang dihadapi masyarakat Kulonprogo. Di satu sisi, mereka memiliki akses terhadap obat-obatan modern melalui puskesmas dan apotek. Di sisi lain, warisan budaya penggunaan obat tradisional masih mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari.
PAFI Kulonprogo memahami bahwa pendekatan hitam-putih dalam memandang obat modern versus tradisional bukanlah solusi. Yang dibutuhkan adalah pendidikan yang bijak, yang menghormati kearifan lokal sambil memastikan keamanan dan efektivitas pengobatan.
Melalui program "Farmasi Turun Gunung", tim PAFI Kulonprogo rutin mengunjungi dusun-dusun terpencil, tidak untuk melarang penggunaan jamu, tetapi untuk memberikan pemahaman kapan jamu bisa menjadi pilihan yang tepat dan kapan obat modern menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar.